BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada
dewasa ini aliran syiah merupakan salah stu aliran yang actual di bicarakan
dalam berbagai media, baik media elektronik maupun cetak. Aliran syiah telah
dikecam sebagai aliran yang sesat dan menyesatkan karena ajarnnya yang dianggap
telah melanggar kaidah dalam agama islam.
Telah nampak berbagai
protes terhadap ajaran mereka salah satunya adalah yang telah terjadi di
Bandung Senin, 23 April 2012-Hasil akhir dari Musyawarah ‘Ulama dan Ummat Islam
Indonesia ke-2 yang diprakarsai Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI) yang
berlangsung di Masjid Al Fajr Kota Bandung,
menghasilkan keputusan: Merekomendasikan kepada MUI Pusat agar
mengeluarkan fatwa tentang kesesatan faham Syi’ah,Meminta kepada Menkumham,
Menag, dan Kejagung agar mencabut izin seluruh organisasi, yayasan, atau
lembaga yang berada dibawah naungan syi’ah dan atau yang berfaham Syi’ah,
Merekomendasikan kepada pemerintah melalui Mendikbud agar menutup segala
kegiatan Iranian Corner di seluruh perguruan tinggi di Indonesia.
Terlepas dari insiden tersebut yang
kerap kali tidak harmonis, Syi’ah sebagai sebuah mazhab teologi menarik untuk
dibahas. Diskursus mengenai Syi’ah telah banyak dituangkan dalam berbagai
kesempatan dan sarana. Tak terkecuali dalam makalah kali ini. Dalam makalah ini
kami akan membahas pengertian, sejarah, tokoh, ajaran, sekte Syi’ah, dan
pengaruhnya pada tahun 2012. Semoga karya sederhana ini dapat memberikan
gambaran yang utuh, obyektif, dan valid mengenai Syi’ah, yang pada gilirannya
dapat memperkaya wawasan kita sebagai seorang muslim, serta terhindar dari
aliran yang sesat.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian syiah?
2.
Bagaimana sejarah terbentuknya fiqoh syiah?
3.
Siapa tokoh-tokoh dalam firqoh syiah?
4.
Mengapa syiah diaggap sebagai aliran yang menyesatkan?
5.
Kapan syiah diaggap sebagai aliran yang menyesatkan?
C. Tujuan Masalah
1.
Untuk mengetahui pengertian syiah dari berbagai aspek.
2.
Untuk mengetahui sejarah terbentuknua firqoh syiah.
2.
Untuk mengetahui tokoh-tokoh dalam firqoh syiah.
3.
Untuk mengetahui alasan, mengapa diaggap sebagai aliran yang
menyesatkan.
4.
Untuk mengetahui waktu, saat syiah dikecam sebagai aliran yang sesat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian syiah
1.
Menurut Abdul
Mun’eim al-Nemrdalam bukunya yang berjudul Sejarah dan Dokumen-dokumen Syi’ah
mengatakan bahwa kata Syi’ah menurut pengertian bahasa secara umum berarti
kekasih, penolong, pengikut, dan lain-lainnya, yang mempunyai makna membela
suatu ide atau membela seseorang, seperti kata hizb (partai) dalam pengertian
yang modern. Kata Syi’ah digunakan untuk menjuluki sekelompok umat Islam yang
mencintai ‘Ali bin Abi Thalib karramallâhu wajhah secara khusus, dan sangat
fanatik.[1]
2.
Menurut Sukamah
Perkataan Syi’ah secara harfiah berarti pengikut, partai, kelompok, atau dalam
arti yang lebih umum “pendukung”. Sedangkan secara khusus, perkataan “Syi’ah”
mengandung pengertian syî’atu ‘Aliyyîn, pengikut atau pendukung ‘Ali bin Abi
Thalib.[2]
3.
Syi’ah secara
harfiah berarti kelompok atau pengikut. Kata tersebut dimaksudkan untuk
menunjuk para pengikut ‘Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin pertama ahlulbait.
Ketokohan ‘Ali bin Abi Thalib dalam pandangan Syi’ah sejalan dengan
isyarat-isyarat yang telah diberikan Nabi Muhammad sendiri, ketika dia (Nabi Muhammad.)
masih hidup.[3]
4.
Menurut Teungku
Muhammad Habsi Ash-Shiddieqy disebutkan dalam bukunya yang berjudul Sejarah dan
Pengantar Ilmu Tauhi atau Kalam bahwa syiah berarti pengikut (pendukung paham).
Dipakai kata ini untuk satu orang, dua orang atau banyak orang, baik laki-laki
maupun perempuan. Kemudian kata ini dipakai secara khusus buat orang yang
mengangkat Ali dan keluarganyalah yang berhak menjadi khalifah.[4]
5.
Kemudian lebih
tegasnya lagi Muhammad Amin Suma dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Jilid 3
menegaskan Syi’ah adalah salah satu aliran dalam Islam yang berkeyakinan bahwa
yang paling berhak menjadi imam umat Islam sepeninggal Nabi Muhammad saw ialah
keluarga Nabi saw sendiri (Ahlulbait). Dalam hal ini, ‘Abbas bin ‘Abdul
Muththalib (paman Nabi saw) dan ‘Ali bin Abi Thalib (saudara sepupu sekaligus
menantu Nabi saw) beserta keturunannya.[5]
B. Sejarah syiah/
Lahirnya Syiah
Para penulis sejarah
Islam berbeda pendapat mengenai awal mula lahirnya Syi’ah. Sebagian menganggap
Syi’ah lahir langsung setelah wafatnya Nabi Muhammad saw, yaitu pada saat
perebutan kekuasaan antara golongan Muhajirin dan Anshar di Balai Pertemuan
Saqifah Bani Sa’idah. Pada saat itu muncul suara dari Bani Hasyim dan sejumlah
kecil Muhajirin yang menuntut kekhalifahan bagi ‘Ali bin Abi Thalib.
Sebagian yang lain
menganggap Syi’ah lahir pada masa akhir kekhalifahan ‘Utsman bin ‘Affan atau
pada masa awal kepemimpinan ‘Ali bin Abi Thalib. Pendapat yang paling populer
adalah bahwa Syi’ah lahir setelah gagalnya perundingan antara pihak pasukan
Khalifah ‘Ali dengan pihak pemberontak Mu’awiyah bin Abu Sufyan di Shiffin,
yang lazim disebut sebagai peristiwa tahkîm atau arbitrasi.[6]
Pendirian kalangan
Syi’ah bahwa ‘Ali bin Abi Thalib adalah imam atau khalifah yang seharusnya
berkuasa setelah wafatnya Nabi Muhammad telah tumbuh sejak Nabi Muhammad masih
hidup, dalam arti bahwa Nabi Muhammad sendirilah yang menetapkannya. Dengan
demikian, menurut Syi’ah, inti dari ajaran Syi’ah itu sendiri telah ada sejak
zaman Nabi Muhammad saw.[7]
Namun demikian, terlepas dari semua
pendapat tersebut, yang jelas adalah bahwa Syi’ah baru muncul ke permukaan
setelah dalam kemelut antara pasukan Mu’awiyah terjadi pula kemelut antara
sesama pasukan ‘Ali. Di antara pasukan ‘Ali pun terjadi pertentangan antara yang
tetap setia dan yang membangkang.[8]
C. Tokoh-tokoh
Syi’ah
Dalam pertimbangan
Syi’ah, selain terdapat tokoh-tokoh populer seperti ‘Ali bin Abi Thalib, Hasan
bin ‘Ali, Husain bin ‘Ali, terdapat pula dua tokoh Ahlulbait yang mempunyai
pengaruh dan andil yang besar dalam pengembangan paham Syi’ah, yaitu Zaid bin
‘Ali bin Husain Zainal ‘Abidin dan Ja’far al-Shadiq. Kedua tokoh ini dikenal
sebagai orang-orang besar pada zamannya. Pemikiran Ja’far al-Shadiq bahkan
dianggap sebagai cikal bakal ilmu fiqh dan ushul fiqh, karena keempat tokoh
utama fiqh Islam, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam
Ahmad bin Hanbal, secara langsung atau tidak langsung pernah menimba ilmu
darinya. Oleh karena itu, tidak heran bila kemudian Syaikh Mahmud Syaltut, mantan
Rektor Universitas al-Azhar, Mesir, mengeluarkan fatwa yang kontroversial di
kalangan pengikut Sunnah (Ahlussunnah—pen.). Mahmud Syaltut memfatwakan
bolehnya setiap orang menganut fiqh Zaidi atau fiqh Ja’fari Itsna
‘Asyariyah.[9]
Adapun Zaid bin ‘Ali
bin Husain Zainal ‘Abidin terkenal ahli di bidang tafsir dan fiqh. Pada usia
yang relatif muda, Zaid bin ‘Ali telah dikenal sebagai salah seorang tokoh
Ahlulbait yang menonjol. Salah satu karya yang ia hasilkan adalah kitab
al-Majmû’ (Himpunan/Kumpulan) dalam bidang fiqh. Juga karya lainnya mengenai
tafsir, fiqh, imamah, dan haji.[10]
Selain dua tokoh di
atas, terdapat pula beberapa tokoh Syi’ah, di antaranya:
·
Nashr bin
Muhazim
·
Ahmad bin
Muhammad bin ‘Isa al-Asy’ari
·
Ahmad bin Abi
‘Abdillah al-Barqi
·
Ibrahim bin Hilal
al-Tsaqafi
·
Muhammad bin
Hasan bin Furukh al-Shaffar
·
Muhammad bin
Mas’ud al-‘Ayasyi al-Samarqandi
·
Ali bin Babawaeh
al-Qomi
·
Syaikhul
Masyayikh, Muhammad al-Kulaini
·
Ibn ‘Aqil
al-‘Ummani
·
Muhammad bin
Hamam al-Iskafi
·
Muhammad bin
‘Umar al-Kasyi
·
Ibn Qawlawaeh
al-Qomi
·
Ayatullah
Ruhullah Khomeini
·
Al-‘Allamah
Sayyid Muhammad Husain al-Thabathaba’i
·
Sayyid Husseyn
Fadhlullah
·
Murtadha
Muthahhari
·
Hasan Abu Ammar
D. Ajaran-Ajaran
pokok Syiah/Pemilihan Syiah.
1.
Ahlulbait.
Secara
harfiah ahlulbait berarti keluarga atau kerabat dekat. Dalam sejarah Islam,
istilah itu secara khusus dimaksudkan kepada keluarga atau kerabat Nabi
Muhammad saw. Ada tiga bentuk pengertian Ahlulbait. Pertama, mencakup
istri-istri Nabi Muhammad saw dan seluruh Bani Hasyim. Kedua, hanya Bani Hasyim.
Ketiga, terbatas hanya pada Nabi sendiri, ‘Ali, Fathimah, Hasan, Husain, dan
imam-imam dari keturunan ‘Ali bin Abi Thalib. Dalam Syi’ah bentuk terakhirlah
yang lebih populer.
2.
Al-Badâ’.
Dari
segi bahasa, badâ’ berarti tampak. Doktrin al-badâ’ adalah keyakinan bahwa
Allah swt mampu mengubah suatu peraturan atau keputusan yang telah
ditetapkan-Nya dengan peraturan atau keputusan baru. Menurut Syi’ah, perubahan
keputusan Allah itu bukan karena Allah baru mengetahui suatu maslahat, yang
sebelumnya tidak diketahui oleh-Nya (seperti yang sering dianggap oleh berbagai
pihak). Dalam Syi’ah keyakinan semacam ini termasuk kufur. Imam Ja’far
al-Shadiq menyatakan, “Barangsiapa yang mengatakan Allah swt baru mengetahui
sesuatu yang tidak diketahui-Nya, dan karenanya Ia menyesal, maka orang itu
bagi kami telah kafir kepada Allah swt.” Menurut Syi’ah, perubahan itu karena
adanya maslahat tertentu yang menyebabkan Allah swt memutuskan suatu perkara
sesuai dengan situasi dan kondisi pada zamannya. Misalnya, keputusan Allah mengganti
Isma’il as dengan domba, padahal sebelumnya Ia memerintahkan Nabi Ibrahim as
untuk menyembelih Isma’il as.
3.
Asyura.
Asyura
berasal dari kata ‘asyarah, yang berarti sepuluh. Maksudnya adalah hari
kesepuluh dalam bulan Muharram yang diperingati kaum Syi’ah sebagai hari
berkabung umum untuk memperingati wafatnya Imam Husain bin ‘Ali dan keluarganya
di tangan pasukan Yazid bin Mu’awiyah bin Abu Sufyan pada tahun 61 H di
Karbala, Irak. Pada upacara peringatan asyura tersebut, selain mengenang
perjuangan Husain bin ‘Ali dalam menegakkan kebenaran, orang-orang Syi’ah juga
membaca salawat bagi Nabi saw dan keluarganya, mengutuk pelaku pembunuhan
terhadap Husain dan keluarganya, serta memperagakan berbagai aksi (seperti
memukul-mukul dada dan mengusung-usung peti mayat) sebagai lambang kesedihan
terhadap wafatnya Husain bin ‘Ali. Di Indonesia, upacara asyura juga dilakukan
di berbagai daerah seperti di Bengkulu dan Padang Pariaman, Sumatera Barat,
dalam bentuk arak-arakan tabut.
4.
Imamah
(kepemimpinan).
Imamah adalah keyakinan bahwa setelah Nabi saw
wafat harus ada pemimpin-pemimpin Islam yang melanjutkan misi atau risalah
Nabi. Atau, dalam pengertian Ali Syari’ati, adalah kepemimpinan progresif dan
revolusioner yang bertentangan dengan rezim-rezim politik lainnya guna
membimbing manusia serta membangun masyarakat di atas fondasi yang benar dan
kuat, yang bakal mengarahkan menuju kesadaran, pertumbuhan, dan kemandirian
dalam mengambil keputusan. Dalam Syi’ah, kepemimpinan itu mencakup
persoalan-persoalan keagamaan dan kemasyarakatan. Imam bagi mereka adalah
pemimpin agama sekaligus pemimpin masyarakat. Pada umumnya, dalam Syi’ah,
kecuali Syi’ah Zaidiyah, penentuan imam bukan berdasarkan kesepakatan atau
pilihan umat, tetapi berdasarkan wasiat atau penunjukan oleh imam sebelumnya
atau oleh Rasulullah langsung, yang lazim disebut nash.
5.
Ishmah.
Dari
segi bahasa, ‘ishmah adalah bentuk mashdar dari kata ‘ashama yang berarti
memelihara atau menjaga. ‘Ishmah ialah kepercayaan bahwa para imam itu,
termasuk Nabi Muhammad, telah dijamin oleh Allah dari segala bentuk perbuatan
salah atau lupa. Ali Syari’ati mendefinisikan ‘ishmah sebagai prinsip yang
menyatakan bahwa pemimpin suatu komunitas atau masyarakat—yakni, orang yang
memegang kendali nasib di tangannya, orang yang diberi amanat kepemimpinan oleh
orang banyak—mestilah bebas dari kejahatan dan kelemahan.
6.
Mahdawiyah.
Berasal
dari kata mahdi, yang berarti keyakinan akan datangnya seorang juru selamat
pada akhir zaman yang akan menyelamatkan kehidupan manusia di muka bumi ini.
Juru selamat itu disebut Imam Mahdi. Dalam Syi’ah, figur Imam Mahdi jelas
sekali. Ia adalah salah seorang dari imam-imam yang mereka yakini. Syi’ah Itsna
‘Asyariyah, misalnya, memiliki keyakinan bahwa Muhammad bin Hasan al-Askari
(Muhammad al-Muntazhar) adalah Imam Mahdi. Di samping itu, Imam Mahdi ini
diyakini masih hidup sampai sekarang, hanya saja manusia biasa tidak dapat
menjangkaunya, dan nanti di akhir zaman ia akan muncul kembali dengan membawa
keadilan bagi seluruh masyarakat dunia.
7.
Marja’iyyah atau
Wilâyah al-Faqîh.
Kata
marja’iyyah berasal dari kata marja’ yang artinya tempat kembalinya sesuatu.
Sedangkan kata wilâyah al-faqîh terdiri dari dua kata: wilâyah berarti
kekuasaan atau kepemimpinan; dan faqîh berarti ahli fiqh atau ahli hukum Islam.
Wilâyah al-faqîh mempunyai arti kekuasaan atau kepemimpinan para fuqaha.
8.
Raj’ah.
Kata
raj’ah berasal dari kata raja’a yang artinya pulang atau kembali. Raj’ah adalah
keyakinan akan dihidupkannya kembali sejumlah hamba Allah swt yang paling saleh
dan sejumlah hamba Allah yang paling durhaka untuk membuktikan kebesaran dan
kekuasaan Allah swt di muka bumi, bersamaan dengan munculnya Imam Mahdi.
Sementara Syaikh Abdul Mun’eim al-Nemr mendefinisikan raj’ah sebagai suatu
prinsip atau akidah Syi’ah, yang maksudnya ialah bahwa sebagian manusiaakan
dihidupkan kembali setelah mati karena itulah kehendak dan hikmat Allah,
setelah itu dimatikan kembali. Kemudian di hari kebangkitan kembali bersama
makhluk lain seluruhnya. Tujuan dari prinsip Syi’ah seperti ini adalah untuk
memenuhi selera dan keinginan memerintah. Lalu kemudian untuk membalas dendam
kepada orang-orang yang merebut kepemimpinan ‘Ali.
9.
Taqiyah.
Dari
segi bahasa, taqiyah berasal dari kata taqiya atau ittaqâ yang artinya takut.
Taqiyah adalah sikap berhati-hati demi menjaga keselamatan jiwa karena khawatir
akan bahaya yang dapat menimpa dirinya. Dalam kehati-hatian ini terkandung
sikap penyembunyian identitas dan ketidakterusterangan.Perilaku taqiyah ini
boleh dilakukan, bahkan hukumnya wajib dan merupakan salah satu dasar mazhab
Syi’ah.
10.
Tawassul.
Adalah
memohon sesuatu kepada Allah dengan menyebut pribadi atau kedudukan seorang
Nabi, imam atau bahkan seorang wali suaya doanya tersebut cepat dikabulkan
Allah swt. Dalam Syi’ah, tawassul merupakan salah satu tradisi keagamaan yang
sulit dipisahkan. Dapat dikatakan bahwa hampir setiap doa mereka selalu
terselip unsur tawassul, tetapi biasanya tawassul dalam Syi’ah terbatas pada
pribadi Nabi saw atau imam-imam dari Ahlulbait. Dalam doa-doa mereka selalu dijumpai
ungkapan-ungkapan seperti “Yâ Fâthimah isyfa’î ‘indallâh” (wahai Fathimah,
mohonkanlah syafaat bagiku kepada Allah), dsb.
11.
Tawallî dan
tabarrî.
Kata
tawallî berasal dari kata tawallâ fulânan yang artinya mengangkat seseorang
sebagai pemimpinnya. Adapun tabarrî berasal dari kata tabarra’a ‘an fulân yang
artinya melepaskan diri atau menjauhkan diri dari seseorang. Kedua sikap ini
dianut pemeluk-pemeluk Syi’ah berdasarkan beberapa ayat dan hadis yang mereka
pahami sebagai perintah untuk tawallî kepada Ahlulbait dan tabarrî dari
musuh-musuhnya. Misalnya, hadis Nabi mengenai ‘Ali bin Abi Thalib yang
berbunyi: “Barangsiapa yang menganggap aku ini adalah pemimpinnya maka
hendaklah ia menjadikan ‘Ali sebagai pemimpinnya. Ya Allah belalah orang yang
membela Ali, binasakanlah orang yang menghina ‘Ali dan lindungilah orang yang
melindungi ‘Ali.” (H.R. Ahmad bin Hanbal)[12]
E. Sekte-sekte
Syi’ah
Para ahli umumnya
membagi sekte Syi’ah ke dalam empat golongan besar, yaitu Kaisaniyah, Zaidiyah,
Imamiyah, dan Kaum Ghulat. Golongan Imamiyah pecah menjadi beberapa golongan.
Yang terbesar adalah golongan Itsna ‘Asyariyah atau Syi’ah Duabelas. Golongan
lainnya adalah golongan Isma’iliyah.
Selain itu terdapat juga pendapat lain.
Misalnya dari al-Syahrastani. Beliau membagi Syi’ah ke dalam lima kelompok,
yaitu Kaisaniyah, Zaidiyah, Imamiyah, Ghulat (Syi’ah sesat), dan
Isma’iliyah.[13]Sedangkan al-Asy’ari membagi Syi’ah menjadi tiga kelompok
besar, yaitu: Syi’ah Ghaliyah, yang terbagi lagi menjadi 15 kelompok; Syi’ah
Imamiyah (Rafidhah), yang terbagi menjadi 14 kelompok; dan Syi’ah Zaidiyah,
yang terbagi menjadi 6 kelompok.[14]
Joesoef So’uyb dalam
bukunya Pertumbuhan dan Perkembangan Aliran-aliran Sekta Syi’ah membagi Syi’ah
ke dalam beberapa sekte, yaitu Sekte Imamiyah (yang kemudian pecah menjadi
Imamiyyah Sittah dan Itsna ‘Asyariyah), Zaidiyah, Kaisaniyah, Isma’iliyah,
Qaramithah, Hasyasyin, dan Fathimiyah.[15]
Sementara itu, Abdul
Mun’im al-Hafni dalam Ensiklopedia Golongan, Kelompok, Aliran, Mazhab, Partai,
dan Gerakan Islam, mengklasifikasikan Syi’ah secara rinci sebagai berikut:
1.
Al-Ghaliyah:
Bayaniyah, Janahiyah, Harbiyah, Mughiriyah, Manshuriyah, Khithabiyah,
Mu’ammariyah, Bazighiyah, ‘Umairiyah, Mufadhaliyah, Hululiyah, Syar’iyah,
Namiriyah, Saba’iyah, Mufawwidhah, Dzamiyah, Gharabiyah, Hilmaniyah,
Muqanna’iyah, Halajiyah, Isma’iliyah.
2.
Imamiyah:
Qath’iyah, Kaisaniyah, Karbiyah, Rawandiyah, Abu Muslimiyah, Rizamiyah,
Harbiyah, Bailaqiyah, Mughiriyah, Husainiyah, Kamiliyah, Muhammadiyah,
Baqiriyah, Nawisiyah, Qaramithah, Mubarakiyah, Syamithiyah, ‘Ammar Syamithiyah,
‘Ammariyah (Futhahiyah), Zirariyah (Taimiyah), Waqifiyah
(Mamthurah-Musa’iyah-Mufadhdhaliyah), ‘Udzairah, Musawiyah, Hasyimiyah,
Yunusiah, Setaniyah.
3.
Zaidiyah:
Jarudiyah, Sulaimaniyah, Shalihiyah, Batriyah, Na’imiyah, Ya’qubiyah.[16]
Doktin-doktrin syiah yang
dianggap menyesatkan pada tahun 2012. Asan Bishri, Lc. Pimpinan Klinik Ghoib
Senen Jak-Pus mengatakan bahwa syiah merupakan aliran yang sesat dan
menyesatkan. Adapun doktrin-doktrin yang menyesatkan tersebut adalah sebagai
berikut:
Pertama :
Dunia dengan seluruh isinya adalah milik para imam Syi’ah. Mereka akan memberikan dunia ini kepada
siapa yang dikehendaki dan mencabutnya dari siapa yang dikehendaki. (Kitab
Ushulul Kaafi, hal.259, Al-Kulaini).
Doktrin itu untuk
menandingi firman Allah SWT, “Sesungguhnya bumi adalah milik Allah, Dia
dikaruniakan kepada siapa yang Dia kehendaki”. (QS. Al-A’raf: 128). Mereka
menyetarakan kekuasaan para Imam Syi’ah dengan Allah, bukankah itu inti
kesyirikan?
Kedua :
Ali bin Abi Thalib mereka klaim sebagai imam Syi’ah yang pertama dinyatakan
sebagai dzat yang pertama dan terakhir, yang dhahir dan yang bathin. (Kitab
Rijalul Kashi: hal. 138). Mereka menyamakan sifat Ali dengan sifat Allah
seperti dalam surat Al-Hadid, ayat 3. Bukankan itu inti kesyirikan dan
kekufuran?
Ketiga :
Para Imam Syi’ah merupakan wajah Allah, mata Allah dan tangan-tangan Allah yang
membawa rahmat bagi para hamba Allah. (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 83).
Keempat :
Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib oleh Syi’ah dikatakan menjadi wakil Allah
dalam menentukan surga dan neraka, memperoleh sesuatu yang tidak diperoleh oleh
manusia sebelumnya, mengetahui yang baik dan yang buruk, mengetahui segala
sesuatu secara rinci yang pernah terjadi dahulu maupun yang ghaib. (Kitab
Ushulul Kaafi: hal. 84).
Kelima :
Keinginan para Imam Syi’ah adalah keinginan Allah juga. (Kitab Ushulul Kaafi:
hal. 278).
Keenam :
Para Imam Syi’ah mengetahui kapan datang ajalnya dan mereka sendiri yang
menentukan saat kematiannya, karena bila imam tidak mengetahui hal-hal semacam
itu maka ia tidak berhak menjadi imam. (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 158).
Ketujuh :
Para Imam Syi’ah mengetahui apapun yang tersembunyi dan dapat mengetahui dan
menjawab apa saja bila kita bertanya kepada mereka, karena mereka mengetahui
hal ghaib sebagaimana yang Allah ketahui. (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 193).
Kedelapan :
Allah itu bersifat Bada’ (yaitu baru mengetahui sesuatu bila sudah terjadi).
Akan tetapi para Imam Syi’ah telah mengetahui lebih dahulu hal yang belum terjadi.
(Kitab Ushulul Kaafi: hal. 40).
Menurut Al-Kulaini
(ulama besar ahli hadits Syi’ah), Bahwa Allah tidak mengetahui bahwa Husein bin
Ali akan mati terbunuh. Menurut mereka Tuhan pada mulanya tidak tahu karena itu
Tuhan membuat ketetapan baru sesuai dengan kondisi yang ada. Akan tetapi Imam
Syi’ah telah mengetahui apa yang akan terjadi. Oleh sebab itu menurut doktrin
Syi’ah Allah bersifat bada’. (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 232).
Kesembilan :
Para imam Syi’ah merupakan gudang ilmu Allah dan juga penerjemah ilmu Allah.
Para imam Syi’ah bersifat Ma’sum (bersih dari kesalahan dan tidak pernah lupa
apalagi berbuat Dosa). Allah menyuruh manusia untuk mentaati Imam Syi’ah, tidak
boleh mengingkarinya dan mereka menjadi hujjah (Argument Kebenaran). (Kitab
Ushulul Kaafi: hal. 165).
Kesepuluh :
Para imam Syi’ah sama dengan Rasulullah Saw (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 165).
Yang mereka maksud para Imam Syi’ah adalah Ali bin Abi Thalib, Husein bin Ali,
Ali bin Husein, Hassan bin Ali dan Muhammad bin Ali. (Kitab Ushulul Kaafi: hal.
109).
Kesebelas :
Al-Qur’an yang ada sekarang telah berubah, dikurangi dan ditambah (Kitab
Ushulul Kaafi: hal. 670). Salah satu contoh ayat Al-Qur’an yang dikurangi dari
aslinya (versi mereka, red.) yaitu ayat Al-Qur’an An-Nisa’: 47, menurut versi
Syi’ah berbunyi: “Ya ayyuhalladziina uutul kitaaba aaminuu bimaa nazzalnaa fie
‘Aliyyin nuuron mubiinan”. (Kitab Fashlul Khitab: hal. 180). Menurut Syi’ah,
Al-Qur’an yang dibawa Jibril kepada Nabi Muhammad ada 17 ribu ayat, namun yang
tersisa sekarang hanya 6660 ayat. (Kitab Ushulul Kaafi: hal. 671).
Keduabelas :
Menyatakan bahwa Abu Bakar, Umar, Utsman bin Affan, Muawiyah, Aisyah, Hafshah,
Hindun, dan Ummul Hakam adalah makhluk yang paling jelek di muka bumi, mereka
ini adalah musuh-musuh Allah. Siapa yang tidak memusuhi mereka, maka tidaklah
sempurna imannya kepada Allah, Rasul-Nya dan Imam-Imam Syi’ah. (Kitab Haqqul
Yaqin: hal. 519, oleh Muhammad Baqir Al-Majlisi).
Ketigabelas :
Menghalalkan nikah Mut’ah, bahkan menurut doktrin Syi’ah orang yang melakukan
kawin mut’ah 4 kali derajatnya lebih tinggi dari Nabi Muhammad Saw. (Kitab
Tafsir Minhajush Shadiqin, hal. 356, oleh Mullah Fathullah Kassani).
Keempatbelas :
Menghalalkan saling tukar-menukar budak perempuan untuk disetubuhi kepada
sesama temannya. Kata mereka, Imam Ja’far berkata kepada temannya: “Wahai
Muhammad, kumpulilah budakku ini sesuka hatimu. Jika engkau sudah tidak suka
kembalikan lagi kepadaku.” (Kitab Al-Istibshar III: hal. 136, oleh Abu Ja’far
Muhammad Hasan At-Thusi).
Kelimabelas :
Rasulullah dan para sahabat akan dibangkitkan sebelum hari kiamat. Imam Mahdi
sebelum hari kiamat akan datang dan dia membongkar kuburan Abu Bakar dan Umar
yang ada didekat kuburan Rasulullah. Setelah dihidupkan maka kedua orang ini
akan disalib (Kitab Haqqul Yaqin, hal. 360, oleh Mullah Muhammad Baqir
al-Majlisi).
Semua kitab tersebut di
atas adalah kitab-kitab induk atau rujukan pokok kaum Syi’ah yang posisinya
seperti halnya kitab-kitab hadits Imam Bukhari, Muslim, Ahmad bin Hambal,
Nasa’i, Tirmidzi, Abu Daud, dan Ibnu Majah bagi kaum Muslimin. Oleh karena itu,
upaya-upaya Syi’ah untuk menanamkan kesan bahwa Syi’ah adalah bagian dari kaum
Muslimin, hanya berbeda dalam beberapa hal yang tidak prinsip, adalah dusta dan
harus ditolak tegas.Adakah orang masih percaya bahwa Syi’ah itu bagian dari
umat Islam? Atau Anda masih ragu bahwa ajaran Syi’ah itu sesat menyesatkan?
Menurut Imam Malik dan Imam Ahmad, barangsiapa yang tidak MENGKAFIRKAN aqidah
Syi’ah ini, maka dia termasuk Kafir.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah membahas berbagai hal berkenaan
dengan kajian syiah, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.
Syi’ah adalah
salah satu aliran dalam Islam yang berkeyakinan bahwa yang paling berhak
menjadi imam umat Islam sepeninggal Nabi Muhammad saw ialah keluarga Nabi saw
sendiri (Ahlulbait). Dalam hal ini, ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib (paman Nabi
saw) dan ‘Ali bin Abi Thalib (saudara sepupu sekaligus menantu Nabi saw)
beserta keturunannya.
2.
Syi’ah baru
muncul ke permukaan setelah dalam kemelut antara pasukan Mu’awiyah terjadi pula
kemelut antara sesama pasukan ‘Ali. Di antara pasukan ‘Ali pun terjadi
pertentangan antara yang tetap setia dan yang membangkang.
3.
Adapun
tokoh-tokoh syiah adalah Nashr bin Muhazim, Ahmad bin Muhammad bin ‘Isa
al-Asy’ari, Ahmad bin Abi ‘Abdillah al-Barqi, Ibrahim bin Hilal al-Tsaqafi ,
Muhammad bin Hasan bin Furukh al-Shaffar, Muhammad bin Mas’ud al-‘Ayasyi
al-Samarqandi, Ali bin Babawaeh al-Qomi, Syaikhul Masyayikh, Muhammad
al-Kulaini, Ibn ‘Aqil al-‘Ummani, Muhammad bin Hamam al-Iskafi, Muhammad bin
‘Umar al-Kasyi, Ibn Qawlawaeh al-Qomi, Ayatullah Ruhullah Khomeini, Al-‘Allamah
Sayyid Muhammad Husain al-Thabathaba’I,Sayyid Husseyn Fadhlullah, Murtadha
Muthahhari , ‘Ali Syari’ati , Jalaluddin Rakhmat,Hasan Abu Ammar.
4.
Ajaran syiah adalah
antara lain ahlul bait, Ahlulbait, Al-Badâ’, Asyura,Imamah, Ishmah, Mahdawiyah,
Marja’iyyah,Raj’ah, Taqiyah, Tawassul, Tawallî dan tabarrî.
B. Penutup
Demikianlah yang dapat
kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini,
tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini. Penulis banyak berharap pembaca yang budiman sudih
memberikan kritik dan saran yang membengun kepada penulis demi sempurnanya
makalah ini dan penulisan makalah dikesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga
makalah ini berguna dan bermanfaat bagi penulis juga para pembaca yang budiman
pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Aceh, Abubakar. Perbandingan Mazhab
Syi’ah: Rasionalisme dalam Islam. Solo: Ramadhani, t.t.
Al-Hafni, Abdul Mun’im. Ensiklopedia
Golongan, Kelompok, Aliran, Mazhab, Partai, dan Gerakan Islam, terj. Muchtarom.
Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2006, cet. ke-1.
Al-Nemr, Abdul Mun’eim. Sejarah dan
Dokumen-dokumen Syi’ah. T.tp.: Yayasan Alumni Timur Tengah, 1988.
Sou’yb, Joesoef. Pertumbuhan dan
Perkembangan Aliran-aliran Sekta Syi’ah. Jakarta: Pustaka Alhusna, 1982, cet.
ke-1.
Syari’ati, Ali. Islam Mazhab Pemikiran
dan Aksi, terj. M.S. Nasrulloh dan Afif Muhammad. Bandung: Mizan Pustaka, 1995,
cet. ke-2.
Syirazi, Nashir Makarim. Inilah Aqidah
Syi’ah, terj. Umar Shahab. Jakarta: Penerbit Al-Huda, 1423 H, cet. ke-2.
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad. Sejarah
dan Pengantar Ilmu Tauhid atau Kalam.Semarang: Pustaka Rizki Putra.2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar